DATA
ENERGI ANGIN DI BEBERAPA LOKASI DI INDONESIA
Disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Turbin
Dosen Pengampu : Dr. Eng. Nugroho
Agung Pambudi, M.T.
Muchamad Yusuf Adi R
K2513041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
A. Pemanfaatan
Energi Angin di Indonesia
Negara Indonesia berada
di wilayah sekitar equator merupakan daerah pertemuan sirkulasi
Hadley, Walker, dan lokal.
Kondisi seperti ini ditengarai
memiliki potensi angin yang
dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan energi terbarukan,
sebagai alternatif pembangkit
listrik yang selama
ini lebih banyak menggunakan bahan
bakar minyak bumi.
Kebutuhan energi listrik nasional diproyeksikan meningkat
sebesar 8,3% per tahun dalam kurun waktu 2005-2025. Dibutuhkan tambahan
total kapasitas listrik sebesar
87,06 GW khusus di
Pulau Jawa (Kebijakan
energi Nasional tahun
2010). Peningkatan konsumsi listrik nasional yang dibutuhkan tidak
sebanding dengan ketersediaan energi yang
ada saat ini. Kebutuhan listrik
di daerah terpencil
masih menggunakan pembangkit
listrik energi fosil yang distribusi bahan bakarnya terkendala oleh transportasi
dan keadaan cuaca. Untuk
mengatasi hal tersebut perlu diupayakan diversifikasi pembangkit
listrik dengan sumber
energi alternatif yang ramah
lingkungan, salah satunya
yaitu dengan memanfaatkan energi angin. Untuk
merealisasikan gagasan tersebut maka perlu diadakan kajian tentang
potensi energi angina di wilayah
tersebut yang lebih mendalam.
Seperti yang telah
diperbincangkan di kalangan para ilmuwan, bahwa peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer disebabkan oleh kegiatan manusia. Hasil penelitian
WG III IPCC
dalam AR4 menyebutkan
bahwa pertumbuhan terbesar emisi
global GRK sejumlah
145% antara tahun
1970 hingga 2004 berasal
dari sektor energi.
Hal ini mendorong
negara-negara di dunia
untuk memasukkan sektor energi
ke dalam upaya
negosiasi internasional mengatasi perubahan iklim.
Indonesia sebagai
salah satu peserta
dalam negosiasi tersebut,
mendukung upaya mitigasi yang
tertuang dalam Bali Action
Plan (2007) dan
Copenhagen Accord (2009) sebagai hasil
kesepakatan internasional yang
pelaksanaannya diatur dalam UU
Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Indonesia menyusun RAN
MAPI (Rencana Aksi Nasional Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim) yang dikoordinir
oleh Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) dibantu
Bappenas dan Dewan Nasional
Perubahan Iklim (DNPI)
.
Berdasarkan
laporan KLH bahwa
sektor energi menyumbang sebanyak 21 % emisi GRK nasional pada
tahun 2000 nomor 2
setelah sektor perubahan
lahan dan kehutanan
(Land Use Change Forest) sebesar 48%. Sebagai rencana
aksi nasional dalam
sektor energi tersebut,
pemerintah akan mengembangkan
pemanfaatan sumber daya
energi terbarukan, yaitu radiasi surya,
geothermal, mikrohidro, dan angin.
Pemanfaatan energi
alternatif sebagai pembangkit
listrik dengan selain dapat memenuhi
sebagian kebutuhan listrik nasional, juga merupakan pendekatan
yang menguntungkan bagi mitigasi GRK,
salah satunya adalah
pembangkit listrik tenaga
angin yang mengubah energi angin
menjadi energi listrik .
Cara kerja dari peralatan yang
digunakan untuk mengubah energi angin menjadi energi listrik sangat sederhana,
angin akan mengenai sudu-sudu
pada turbin dan memutar turbin, dan
selanjutnya putaran dari turbin angin tersebut akan dihubungkan ke rotor generator, sehingga
dapat menghasilkan energi
listrik. Energi listrik
ini sebelum dapat dimanfaatkan akan
disimpan kedalam baterai terlebih dahulu.
B. Pengertian
Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin
Angin merupakan udara
yang bergerak sebagai akibat dari rotasi bumi dan juga karena adanya
perbedaan tekanan udara . Angin akan
selalu bergerak dari tempat yang memiliki tekanan udara tinggi ke tempat yang
memiliki tekanan udara lebih rendah. Udara yang memuai karena dipanaskan akan
menjadi lebih ringan sehingga naik. Apabila hal ini terjadi, maka tekanan udara
akan turun karena udaranya berkurang. Udara dingin yang ada di sekitarnya akan
mengalir ke tempat yang bertekanan rendah. Udara menyusut menjadi lebih berat
dan turun ke tanah. Di permukaan bumi udara akan menjadi panas lagi dan kembali
naik. Hal tersebut dinamakan koveksi.
Adanya perbedaaan
suhu meyebabkan perbedaan tekanan,
akhirnya menimbulkan gerakan
udara. Sesuai hukum boy
ballot bahwa udara selalu bergerak
dari daerah yang
mempunyai tekanan yang
lebih tinggi ke daerah
yang memiliki tekanan
lebih rendah. Udara akan bergerak semakin kencang apabila
perbedaan tekanan semakin besar.
Pada umumnya angin akan bertiup
di semua daerah
di atas permukaan bumi, dengan
demikian setiap tempat sebenarnya mempunyai potensi
untuk pemanfaatan energi angin. Namun tidak
semua tempat memiliki angin dengan
kecepatan yang tinggi, untuk
itu perlu dilakukan pengukuran angin di
berbagai tempat dan
selanjutnya dilakukan
analisis. Secara umum
daerah yang memiliki struktur permukaan yang datar akan lebih
menguntungkan dibandingkan daerah yang bertopografi beragam.
Contoh daerah yang
memiliki potensi kecepatan angin
yang cukup tinggi adalah
daerah lepas pantai , pantai, padang rumput, dan padang
pasir. Namun juga ada
tempat-tempat yang memilik potensi untuk meningkatkan kecepatan
angin seperti di celah pegunungan, atau
di daerah puncak bukit.
Khusus untuk di Indonesia kapasitas keseluruhan pembangkit
listrik yang berasal
dari tenaga angin dengan
kecepatan angin rata-rata
sekitar 2,5 m/s setara
dengan 9
km/jam atau 5.0 knot/jam
cocok untuk digunakan pada turbin
yang memiliki skala kecil khususnya
di daerah pesisir, pegunungan,
dan dataran terbuka.
Teknologi angin bukanlah
suatu teknologi yang baru, teknologi ini telah lama digunakan. Sekitar 5.000
tahun yang lalu, teknologi ini telah dikenal oleh bangsa Mesir
kuno, mereka memanfaatkan energi ini untuk proses penggilingan gandum. Proses penggilingan gandum cukup
sederhana, tenaga putaran
kincir angin dimanfaatkan
untuk menggantikan tenaga hewan. Dulu awalnya gandum
digiling menggunakan tenaga
hewan seperti sapi yang akan
berjalan mengelilingi suatu
poros vertikal , hewan tersebut mendorong batang
kayu yang dihubungkan dengan suatu poros,
yang dibawahnya terdapat batu
berbentuk silinder yang
ikut berputar, batu
tersebut digunakan untuk menggiling
gandum. Seiring dengan perkembangan jaman maka tenaga hewan tersebut
akan digantikan oleh putaran kincira angin.
Pemanfaatan teknologi
energi angin juga dilakukan di
Persia , dimana mereka
menggunakan energi angin tersebut
untuk proses penggilingan biji-bijian dan gandum, mereka juga memanfaatkan
energi angin untuk memompa air. Penggunaan
teknologi energi angin paling maju terdapat di
Belanda yang dijuluki sebagai negeri kincir angina karena banyak
dikembangkan beragam bentuk dari
kincir angin dimana di negara tersebut.
C. Data
Hasil Penelitian Potensi Energi Angin Di beberapa lokasi di Indonesia
Salah
satu lokasi yang dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai daerah pengembangan
energi terbarukan, dalam hal ini Pembangkit Listrik Tenaga Angin adalah di
daerah pantai. Berikut data kecepatan angin di beberapa lokasi di Indonesia yang
telah dihimpun oleh Badan Meteorologi Krimatologi dan Geofisika yang mempunyai
kecepatan angin rata-rata 3.5 m/s atau lebih:
Di
bawah ini merupakan tabel data mengenai perkiraan potensi energi angin di Indonesia
:
D. Data
pola konsumsi energi listrik dan pola kecepatan angin daerah kepulauan dan daerah
pesisir
Data konsumsi energi listrik
dan pola kecepatan angin di kepulauan diambil di Pulau Sepekan Madura sedangkan
daerah pesisir diambil di pesisir Kenjeran
sebagai daerah pesisir dari sebuah daratan yang cukup luas (Jawa).
Data pola konsumsi
energi listrik masyarakat kepulauan dan masyarakat pesisir yang disajikan dalam
bentuk grafik :
Grafik
pola konsumsi masyarakat kepulauan
Grafik pola konsumsi masyarakat
Kenjeran
Dari grafik di atas terlihat
perbedaan yang signifikan pola konsumsi energi listrik antara masyarakat
kepulauan dengan masyarakat pesisir pada besarnya daya yang digunakan. Penggunaan daya terbesar rata-rata terjadi antara pukul
18.00 s/d 23.00.
Data
pola kecepatan angin di daerah kepulauan dan di daerah pesisir :
Grafik pola angin kepulauan
Grafik pola angin Kenjeran
Dari kedua grafik di
atas terlihat perbedaan pola kecepatan angin untuk bulan-bulan yang sama
(Agustus-September). Angin didaerah kepulauan (Pulau Sapeken) memiliki
konsistensi harian yang lebih baik dibandingkan dengan didaerah pesisir
(kenjeran). Pada daerah Kenjeran terdapat jam-jam dimana angin tidak berhembus
(nol), yaitu antara jam 02.00-08.00. Dibandingkan dengan kondisi angin
dikepulauan pada jam-jam yang sama masih memberikan kontribusi kecepatan angin yang
cukup untuk dapat menghasilkan daya listrik.